PANTAI ‘KECOA’ CORO


Pesona Pantai Coro yang menawan dengan kesunyianya
Di antara keramaian orang yang silih berganti berlalu, entah yang sedang berlibur maupun sekedar membeli ikan segar, areal teluk Popoh dari selatan kota Tulungagung memang selalu menarik dibedah keindahanya. Bergeser dari pantai seribu Arca yang telah populis sejak tahun 80an dengan pesona sunyinya, kita ketemu pantai berpasir putih bernama panta Coro. Tak kurang berjarak satu kilometer naik kebukit dari timur Pantai Popoh, hamparan bibir terang putih pasir pantai sepanjang 400an meter membuat mata tak sanggup untuk berpaling.

Coro yang merupakan alih bahasa Jawa-nya bermakna kecoa adalah gambar yang diambil dari pantai ditahun 70an. Masih berupa hutan belukar yang dipenuh kecoa berlarian, pemancing yang singgah sekonyong-konyong menamainya pantai Coro. Nama itu tak diganti hingga hari ini, meskipun berbagai tawaran dari pemerintah setempat maupun masyarakat terus dilempar. Pasalnya banyak dari mereka merasa tak etis lantaran pantai seindah itu dinamai coro. Bagi pengurus sendiri, pantai Coro dan namanya bak warisan sejarah yang di wasiatkan turun-temurun.


Banyak cerita telah mengukir dinding-dinding pada tebing karang pantai Coro. Meski baru serius dikelola memasuki tahun 2013 lalu, kawasan ini sejatinya telah lama di incar para traveler dari berbagai daerah. Jika difikir, dahulu akses jalan menuju kesana hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki. Kini ketika jalanan masuk ke destinasi sudah mulai dibenahi dan dapat diakses dengan kendaraan roda dua, selama seminggu saja menurut para pengurus wisata tersebut, tercatat pernah ribuan wisatawan berkunjung ke destinasi pantai yang terletak didesa Besole, kecamatan Besuki tersebut.

Gugusan karang menawan Pantai Coro


Sebagai ketua pengurus pantai Coro, Damis mengatakan tidak mudah baginya dan masyarakat menjaga kelestarian alam dipantai Coro. Berbagai masalah seperti halnya pengunjung pantai yang membuang sampah sembarangan, sampai volume tanah yang beberapa kali sempat ingin hendak diambil pernah ia ketemui. Bekerjasama dengan Dinas Perhutani, Damis dan masyarakat yang menjadi pelaku usaha berjualan disekitaran bibir pantai, kini terus berupaya untuk melindungi kawasan tersebut dari polusi sampah, sehingga bening air ombak Pantai Coro terus dapat dinikmati. 



Tebing banyu mulok yang indah
Cuma Rp. 5000 tiket masuk ke destinasi satu ini, sepuasnya ombak pantai bak milik anda dari pagi sampai kala sore menjelang. Jika badan mulai bosan berjemur dan berpayung diantara lapak warga, kamu bisa bergeser dengan mendaki keatas bukit, ketemu dengan bukit Banyumulok, gugusan karang eksotis yang menyemburkan air ombak menyapa dengan padang hijau berpermadani rumput, alternative lain yang ditawarkan komplek pantai Coro. Bukit fotogenik yang pernah viral oleh milenial Tulungagung hanya berjarak 700 meter dari bibir pantai. Pastinya menjadi daya pikat penambah kenapa para milenial luar kota harus berkunjung ke kota marmer.


Pantai Coro dan eksotisme yang tersembunyi diantara teluk Popoh. Terbentang dari Bendungan Niyama, pantai Sidem, pantai Popoh, laut Bebas dan Arca seribu sebagai penawar berbagai kearifan lokal. Tidak kah anda ingin berkunjung? Jika berkenan datanglah pada  Bulan Rajab, masyarakat dalam keramahan akan menyambut kehadiran anda dengan tumpeng rasa syukur. Sebuah bukti penghargaan pantai Coro yang akan terus dinamai “Coro.”
Writer Akbar Dedy Pratama