INDAHNYA MUARA SUNGAI BERANTAS KEDUNGMUKA


Sering terlewatkan dalam perjalanan menuju pantai Sidem dan pantai Popoh, pesona Kedungmuka yang terletak didesa Besuki, kecamatan Besuki, kabupaten Tulungagung sejatinnya memang banyak ditutupi oleh hijau pepohonan. Tempat pembuangan air yang terletak ditidak jauh dari pesisir pantai Sidem, merupakan rangkaian bagian kawasan bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Niyama.

Kawasan tersebut sejatinya akan tampak indah ketika pembendung air di bendungan Niyama tidak dioprasikan. Pesona yang dari jauh tampak seperti halnya air mancur lengkap dengan gugusan bebetuan berwarna coklat terang, keindahan yang hanya akan tampak indah pada waktu-waktu tertentu saja. Hal tersebut lantaran kawasan tersebut dipakai untuk membuang bah air dari sungai Brantas yang dibendung PLTA Niyama.

Destinasi yang sejatinya memang bukan kawasan wisata tersebut cukup riskan untuk dikunjungi dari dekat. Tentu saja, ketika dam penahan air PLTA Niyama dibuka, air sungai yang melintasi rute Brantas tersebut akan sangat kencang dan besar volumenya. PLTA yang pembangunanya disempurnakan oleh pemerintah pada tahun 70’an, dibangun dari rute sungai Brantas menembus gunung Besuki menuju pantai Sidem. Tujuan dari pembangunan bendungan tersebut tidak lain merupakan penangkal bencana banjir di Tulungagung. Sebuah solusi yang digagas oleh pemerintahan kolonialisme Jepang dalam mengatur system irigasi air di Tulungagung.   

Prestasi luar biasa sejatinya memang telah mengikuti kawasan tersebut sedari awal sejarah pembangunanya. PLTA (Niyama) yang didapuk dunia internasional menjadi pertama yang berdiri di Asia Tenggara. Meski mulanya dibangun oleh kekaisaran Jepang dengan system kerja paksa dan merenggut tak sedikit nyawa masyarakat Indonesia. Keberadaan Bendungan Niyama dan irigasi Kedungmuka kini sejatinya  banyak berjasa bagi kawasan yang dahulunya tanah berkontur rawa ini.

Meski hanya boleh dikunjungi dari kejauhan, tetap saja kawasan tersebut sangat ‘instalgramable’ untuk sekedar dilewatkan para milenial. Sebuah pesona yang tak akan habis untuk sekedar diulas dan didiskusikan sehari saja. Kedung atau wadah yang menjadi bagian dari siklus sejarah kehidupan manusia Tulungagung. Penyelamat yang tidak berbicara namun andil melukis relif-relif sejarah yang terukir dalam mural kota kami.


Writer: Akbar Dedy Pratama