ARGO PATHUK ADALAH KAWASAN KONSERVASI


Tidak heran jika kawasan Argo Pathuk lebih menonjolkan diri menjadi diri sebagai kawasan konservasi, dari pada sebuah destinasi wisata. Memasuki akhir masa orde baru, lantaran banyaknya penjarahan kayu dikawasan itu oleh oknum tidak bertanggung jawab, lahan masyarakat disekitaran lereng kawasan itu menaggung kerusakan cukup parah lantaran turunya para kera. Satwa yang mulanya tinggal dipuncak bukit disinyalir mengamuk lantaran ekosistem tempat mereka tinggal telah rusak.

Kawasan berbukit yang terletak didesa Junjung, kecamatan Sumbergempol, kabupaten Tulungagung tersebut diresmikan berdiri pada 6 januari 2016. Destinasi yang mulanya didapuk sebagai pos pengawasan hutan dan pupuk tersebut, perlahan-lahan mulai ramai dikenal masyarakat luas, yang terutama adalah bagi mereka yang suka camping dikawasan alam. Didukung oleh pembangunan sebuah aula luas dan gazebo-gazebo yang asik untuk nongkrong, maka tak heran jika kawasan itu kini malah diberikan label sebagai destinasi wisata yang bersifat edukatif.

Sebagai kawasan wisata edukasi, kawasan ini menyuguhkan beberapa prasasti masa lampau yang tersebar diantero lingkar kawasan itu. Mulai dari situs candi besar bernama Candi Dadi, prasasti Lumpang Naga, situs Goa Kodok sampai Candi Gagrag. Bicara Candi Dadi, situs besar yang belum diketahui secara jelas asal-usul alasan pembangunanya tersebut tepat berada diatas kawasan argo pathuk, yang tak lain adalah sebuah gerbang masuknya.

Tetap konsisten, masyarakat setiap hari bergantian menunggui pos Argo Pathuk, selain untuk memantau situasi, mereka turut pula terus melakukan penanaman pohon setiap hari dan pengawasan terhadap sumber mata air sekitar. Penanaman sendiri masih tetap memanfaatkan pos utam Argo Pathuk sebagai tempat karantina bibit yang terus ditanami. Sebuah destinasi yang menjadi simbol upaya keras masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya alam dalam siklus kehidupan.

Dalam rangka terus menjawab gelar yang disandangnya, selain upaya penghijauan hutan, kini Argo Pathuk pun bertekat mulai konsentrasi pada perancangan sebuah konsep wisata petik buah dimasa depanya. Mengacu kepada kontur tanah yang bersifat bebatuan, kini bibit yang pemetaan kearahkan pada buah yang berakar kuat, semacam Jambu.

Berbagai fasilitas pun terus dikembangkan, seperti penambahan gazebo, pembabatan akses jalan agar dunia semakin mudah menjangkau kawasan ini. Yang jelas dikawasan ini anda tak perlu merogoh kocek jika hanya sekedar berkunjung dan hanya seikhlasnya jika anda camping. Hal itu bukan untuk profit, tak lain adalah biaya pemakaian fasilitas yang tak lain kembalinya akan kepada pengunjung sendiri.

Writer: Akbar Dedy Pratama